Paper saya ditolak, gimana, nih, Bang??? Tuluuungggg!!!
Apakah paper atau makalah ilmiah kamuh pernah ditolak? Bagaimana rasanya?
Jika pertama kali mengalaminya, mungkin terasa menyakitkan, ya. Dan, bahkan mungkin kita tidak bisa menerimanya. Apalagi jika dikomentari secara “kasar” oleh reviewer. Misalnya dikatakan …
“Paper ini tidak punya kontribusi”
“Paper ini tidak jelas permasalahannya”
“Apa tujuan dari penelitian ini”
Dan berbagai macam komentar lainnya yang senada.
Namun, jika bukan pertama kali ditolak, biasanya kita sudah mulai bisa menerima dan dapat mengambil hikmah dari komentar2 tersebut.
Jadi kalau baru pertama kali mengalami paper kamuh ditolak, tarik nafas dulu aja, ya. Santuy aja. Dunia belum kiamat, Brooo. Insyaallah.
Perhatikan bahwa reviewer tersebut, walaupun dengan komentar yang mungkin kasar, telah memberikan sebuah jalan perbaikan agar paper atau makalah kamuh menjadi lebih baik dan berpeluang untuk diterima di tempat lain. Jadi, jangan sedih apalagi marah. Jangan buang2 waktu, segera lakukan perbaikan sesuai komentar dari reviewer dan kirimlah kembali makalah tersebut. Tentunya bukan ke jurnal/konferensi yang menolak makalah tersebut, ya. Kirim ke jurnal/konferensi yang lain sesuai tema makalah. Ada banyak sekali jurnal dan konferensi di dunia ini.
Kenapa sih makalah kita ditolak?
Tentunya ada banyak faktor, ya. Jurnal atau konferensi yang baik akan memberikan alasan penolakannya. Faktor utamanya, ya, sesuai komentar reviewer, bahwa makalah tersebut masih mengandung kekurangan di sana-sini, terutama soal kontribusi penelitian. Makanya, ini perlu di-highlight di makalah. Kontribusi tersebut harus dinyatakan secara eksplisit dan juga dinyatakan hubungannya dengan masalah penelitian yang coba diselesaikan lewat penelitian tersebut. Faktor lain adalah kesesuaian tema/topik makalah dengan ruang lingkup konferensi/jurnal yang dituju. Jangan coba2 kirim makalah yang berbau politik ke jurnal tentang kedokteran, misalnya, karena jelas kagak nyambung, coyy.
Lalu, bagaimana cara memperbaikinya, Gaessss?
Nah, ini nih, pertanyaan yang superb, Sobat saya yang superb (jadi ingat senyumnya Pak Mario Teguh).
- Buatlah daftar komentar terlebih dahulu karena ini akan menjadi panduan untuk memperbaiki makalah tersebut.
- Jawablah setiap komentar dari daftar tersebut secara ilmiah, berdasarkan teori maupun hasil penelitian empiris. Ingat ya secara ilmiah, bukan mengarang atau berasumsi tanpa referensi. Jangan lupa untuk berdiskusi dengan pembimbing atau rekan2 Anda untuk memastikan bahwa jawaban2 Anda memang sudah OK.
- Masukkan jawaban2 Anda tersebut ke dalam makalah sesuai bagiannya, ya, sambil tetap mempertahankan aliran kalimatnya. Maksudnya, pertahankan kalimat2nya supaya tetap mengalir dengan baik, tidak loncat2, tidak ada missing link.
- Mintalah bantuan rekan Anda untuk melakukan proofreading makalah tersebut barangkali masih ada kekurangan yang tidak kita sadari tapi bisa ditemukan dan disadari oleh orang lain termasuk rekan kita.
Jika sudah, Anda bisa coba kirim lagi, ya, dan tentunya Anda sudah lebih siap. Siap diterima atau ditolak kembali. Hihihi. Umumnya, sih, akan diterima walaupun harus revisi, ya, minor atau bahkan mayor revisinya, karena revisi itu sebenarnya tujuannya untuk meningkatkan kualitas makalah maupun jurnal atau konferensi. Ingat, ya, jurnal dan konferensi itu juga diakreditasi, loh, misalnya Sinta dan Scimagojr. Dan, salah satu indikator baiknya pengelolaan jurnal atau konferensi adalah adanya proses review yang mumpuni, termasuk tik-tokan komentar-revisi antara penulis dan editor/reviewer. Saya belum pernah mendengar ada makalah yang langsung diterima begitu saja tanpa ada proses revisi. Jadi santai ajalah ya kalau mendengar hasil review “minor revision” atau “major revision”.
Jika ternyata masih ditolak juga, ya, nggak ada salahnya mengulangi kembali proses2 di atas jika Anda merasa bahwa makalah Anda memang memiliki “nilai” yang perlu disampaikan. Nilai tersebut tentunya hanya penulis yang bisa mengenalinya. Makanya, perlu berdiskusi dan mendengar pendapat rekan2 di sekitar, jangan2 sebenarnya memang belum layak sebagai sebuah makalah ilmiah.
Cukup sekian, semoga bermanfaat. Aamiin.
Tanah Baru, Depok, 11 Juli 2021